Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Boedi Oetomo waktu pertama didirikan adalah gerakan budi pekerti.
Mau memberantas penyakit moral masyarakat mo limo: madon, madat, minum, maling, main.
Kebangkitan nasionalisme Indonesia tidak lahir dari kelas menengah. Andai tidak ada revolusi kemerdekaan 17 Agustus ‘45, kelas menengah yang umumnya priyayi-feodal waktu itu lebih nyaman ikut sama Belanda.
Itulah sebabnya Wahidin Sudirohusodo tidak mendapat respon dari golongan kelas menengah ketika ia tourne untuk menggalang studiefonds bagi anak-anak pribumi miskin.
Hingga akhirnya bertemu para mahasiswa Stovia yang mendorong pembentukan organisasi yang hanya bertahan 10 tahun itu, dan pada 1935 melebur ke dalam Parindra (Partai Indonesia Raya).
Zaman gelap Indonesia yang sedang menuju kebangkrutan seperti hari ini juga butuh tokoh moral dan etis yang memberikan human moral obligation karena penguasanya kehilangan empati.
Penyakit elit kekuasaannya sekarang seperti zaman itu. Terutama korupsinya (maling) dan sikap melacur kepada kekuasaan (madon).
Ekonomi, hukum, dan keadilan sosial sedang on the way menuju kebangkrutan.
Sehingga misalnya tokoh nasional seperti Dr Rizal Ramli terus mengingatkan, bahwa kini semakin banyak “drama lucu” di negeri ini. Apa yang dikatakan elit kekuasaannya sering terbalik dengan apa yang dikerjakan.
Pemerintah saat ini lebih banyak menjual mimpi. Katanya perekonomian bakal meroket tapi ternyata nyungsep.
“Harga-harga kebutuhan makin mahal, pekerjaan tidak ada. Rakyat merasakan kehidupan sehari-hari, bisa makan apa tidak, biaya sekolah mahal, dan terus tertekan oleh persoalan ekonomi,” kata Rizal Ramli.
“Ketika menghadapi realitas ini, sebenarnya rakyat punya kesimpulan sederhana, pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah. Malah menjadikan masalah sederhana semakin jadi ruwet,” tandas Rizal Ramli.
[***]