KedaiPena.Com – Dosen, mahasiswa dan karyawan di Unversitas Negeri Jakarta (UNJ) menyelenggarakan aksi unjuk rasa bertema ‘Parade Cinta Rakyat UNJ’. Bersatu dalam wadah Forum Militan dan Independen UNJ mereka menginginkan perubahan dan kemajuan dari kampus tersebut.
“FMI UNJ menemukan setidaknya ada delapan persoalan serius di UNJ yang harus segera diubah secara radikal demi untuk memajukan UNJ,” jelas Narahubung Aksi Ubedillah Badrun kepada KedaiPena.Com, Jumat (16/6).
Ubed menjelaskan, delapan persoalan tersebut di mulai dari temuan tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristekdikti yang bertugas berdasarkan Surat Nomor 1614/C5/KL/2016/ tertanggal 5 September 2016 melakukan evaluasi pada Program Pascasarjana UNJ.
“Perlihal data nepotisme keluarga Rektor melalui bukti-bukti diantaranya: SK Nomor: 1197/SP/2016, Surat Pernyataan Menduduki Jabatan Nomor:4389/UNJ39.2/KP/2016, SK nomor: 22398/A4/KP/2015, SK Nomor: 100258/A2.1/KP/2015, SK Nomor :4/SP/2016, dan memo rektor tanggal 12 Februari 2016, maka kami menuntut agar seluruh praktik Nepotisme tersebut diberhentikan dan ditindaklanjuti agar ke depan tidak terulang,” tutur Ubed.
Tidak hanya itu, tutur Ubed, mereka juga menuntut agar Rektor UNJ melalui kuasa hukumnya mencabut pelaporan kepada 13 dosen UNJ. Serta juga mendesak aparatur rektorat untuk tidak melakukan lagi bentuk pelarangan diskusi yang dilakukan dalam ranah akademis.
“Rektor harus segera menghentikan perilakunya yang otoriter dan mudah mempolisikan dosen-dosen dan mahasiswa yang kritis,” ungkap Ubed.
“Juga soal data temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) melalui laporan pemeriksaan Nomor 20/HP/XVI/2017 tertanggal 18 Januari 2017 yang diantaranya menyebutkan ditemukan adanya pengelolaan aset tak berwujud yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp.9,29 miliar, maka kami menuntut kepada aparat penegak hukum (KPK RI, Kejaksaan Agung, atau Kepolisian RI) untuk menindaklanjuti temuan BPK RI tersebut,” tegas Ubed.
Tidak selesai disitu, lanjut Ubed, Permenristekdikti No. 39 tahun 2016, yang menjelaskan bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sebagian Biaya Kuliah Tunggal sejak ditetapkan pertama kali pada tahun 2012, dalam praktiknya juga mengalami banyak masalah dan simpul persoalan.
“Dari persoalan kuota yang bermasalah, penggolongan yang tidak jelas dasarnya, serta pungutan liar yang terjadi karena UKT yang dibayarkan mahasiswa tiap semester seharusnya menjadi dana tunggal. Namun, ternyata masih ditemukan pembayaran-pembayaran di luar UKT,” kata Ubed lagi.
Sarana dan prasarana yang belum memadai di sejumlah progaram studi pun masih menjadi masalah dalam hal ini. Hal ini tidak sebanding biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa.
“Oleh karenanya kami mendesak pimpinan Universitas untuk segera memperbaiki sarana prasarana penunjang proses pembelajaran yang masih kurang tersebut. Selain itu, kami juga mendesak pimpinan Universitas untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dapat diakses oleh mahasiswa berkebutuhan khusus di seluruh fakultas,” beber Ubed.
Ubed pun meminta, agar menristekdikti dapat mencabut Permeristekdikti Nomor 44 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Negeri Jakarta, yang terbukti telah menyebabkan sentralisasi kekuasaan di semua lini pengelolaan UNJ yang terpusat di Rektor.
Peraturan ini, ungkap Ubed, yang disinyalir sebagai alat legitimasi bagi petinggi kampus untuk bertindak represif terhadap struktur di bawahnya.
“Perlihal transparansi dana perguruan tinggi seharusnya menjadi pengetahuan publik. Sejauh ini, UNJ tidak sekalipun berani untuk mensosialisasikan pengunaan anggaran. Padahal pengetahuan tentang informasi itu sudah diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik,” tandas Ubed.
Laporan: Muhammad Hafidh