KedaiPena.Com – Kader muda Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Usni Hasanudin, menganggap hasil survei sejumlah lembaga tentang rendahnya elektabilitas partai Kabah merupakan rahasia umum. Sebab, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dualisme kepengurusan.
“Menurut saya, elektabilitas PPP yang di bawah parliamentary threshold, baik versi Polmark maupun Litbang Kompas, itu mencerminkan fakta di lapangan akibat konflik berkepanjangan sejak 2014 lalu,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/10).
Usni menambahkan, Pileg 2019 bisa jadi ‘pesta demokrasi’ penghabisan bagi PPP. “Enggak menutup kemungkinan itu terjadi, kalau kondisinya masih terus seperti ini,” yakin mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut.
Karenanya, Usni menyarankan, sebaiknya hasil survei menjadi sistem peringatan dini bagi PPP, jika ingin mempertahankan eksistensinya. “Bila tak ingin menjadi pustaka, sudah seharusnya semua elite partai islah, berembuk, konsolidasi, dan mengembalikan kepercayaan publik,” usulnya.
“Tapi, selama masing-masing pihak bersikukuh dengan klaim egonya masing-masing, ya hasil survei tersebut merupakan takdir PPP di Pileg 2019 nanti. Jangankan masyarakat, kader sendiri saja sekarang linglung akan nasibnya dan partai ke depan,” tandas kandidat doktoral Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) itu.
Berdasarkan hasil survei Polmark tentang elektabilitas partai politik (parpol) yang dirilis kemarin (22/10/2017), tingkat keterpilihan PPP cuma 2,4 persen. Sedangkan Litbang Kompas, menyimpulkan elektabilitas PPP 1,8 persen.
Adapun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyaratkan parpol yang lolos Parlemen minimal meraup 3,5 persen suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 mendatang. Kali pertama PPP berpartisipasi pada Pileg 1973 dan tak pernah absen hingga kontestasi ‘kotak suara’ 2014.
Sementara itu, PPP diketahui dilanda konflik internal sejak 2015, antara kepemimpinan Djan Faridz dengan Romahurmuziy alias Romi. Masing-masing pihak malah saling menggugat ke pengadilan hingga terbitnya putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung (MA).